Sistem Tanam Paksa di Indonesia

(1) Tanaman kopi, (2) tanaman kakao, (3) tanaman the, (4) tanaman tembakau,
jenis tanaman perkebunan komoditas ekspor pada jaman penjajahan Belanda

Pada awal abad XX Belanda sedang menghadapi perang di Eropa atau perang melawan Belgia. Pada saat yang bersamaan, Belanda juga sedang berperang melawan Pangeran Diponegoro tahun 1825-1830. Belanda mengalami kerugian keuangan yang besar. Untuk menutupi kekurangan keuangan dan mempercepat penambahan pundi-pundi keuangan negara, Belanda berusaha meningkatkan ekspor perdagangannya. Saat itu yang menjadi komoditas utama ekspor dari Indonesia adalah tanaman perkebunan. karena Belanda mengalami kondisi yang seperti itu, maka pemerintah Belanda melalui Gubernur Johannes van Den Bosh menerapkan kebijakan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) pada tahun 1830. 

Gubernur Johannes van den BOSH

Dalam pelaksanaanya sistem tanam paksa ini sangat memberatkan masyarakat Indonesia. Bukan hanya itu saja, banyak sekali penyelewengan sehingga menambah penderitaan masyarakat Indonesia. Praktik penyelewengan yang membuat masyarakat Indonesia semakin menderita antara lain yaitu; dalam ketentuan tanah yang digunakan untuk tanaman wajib hanya 1/5 dari tanah yang dimiliki rakyat, namun kenyataannya lebih bahkan sampai ½ bagian dari tanah yang dimiliki rakyat, Belanda mewajibkan untuk ditananami kopi, teh, tebu, kakao, dan tarum atau nila. 

Hasil tanaman ini nantinya akan dijual dengan harga yang sudah ditentukan oleh Belanda, juga hasil panen harus diserahkan semua kepada pemerintah kolonial. Selain itu waktu untuk wajib kerja juga melebihi dari 66 hari, dan mereka bekerja tanpa imbalan atau tidak diberi upah. Tanah yang digunakan untuk tanaman wajib juga tetap dikenakan pajak, dan masih lagi praktik pemaksaan lain yang membuat masyarakat Indonesia saat itu menderita. 

Dibandingkan dengan sistem monopoli VOC, sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam, karena pada praktiknya tanam paksa ini sangat memberatkan masyarakat Indonesia di waktu itu. Akibat tanam paksa ini, angka kematian rakyat Indonesiapun tinggi karena kelaparan dan penyakit kekurangan gizi. 

Douwes Dekker (Multatuli)

Banyak pihak yang bersimpati kepada rakyat Indonesia, dan mengecam sistem tanam paksa ini. Mereka menuntut agar tanam paksa dihapuskan, bahkan kecaman pun datang dari kalangan orang Belanda sendiri.  Mereka adalah Douwes Dekker dan Baron van Hoevel. Douwes Dekker terkenal dengan nama pena Multatuli, dia seorang penulis terkenal Belanda dengan bukunya yang berjudul Max Havelaar, buku ini berisi kritik atas perlakuan buruk para penjajah terhadap orang pribumi Indonesia. 

Akhirnya tanam paksa atau culturrstelsel dihentikan di tahun 1870, setelah muncul berbagai kritik juga dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula (suiker wet).

Share: